Senin, 09 September 2013

DIABETES MELITUS



Definisi
Keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

Klasifikasi dan Etiologi
1.      Diabetes mellitus tipe 1 (destruksi sel beta, defisiensi insulin) :
a)      Autoimun
b)      Idiopatik
2.      Diabetes mellitus tipe 2 (gangguan sekresi insulin, resistensi insulin)
3.      Diabetes tipe lain :
a)      Defek genetik fungsi sel beta
b)      Defek genetik kerja insulin
c)      Penyakit eksokrin pancreas
d)     Endokrinopati
e)      Efek obat/zat kimia
f)       Infeksi
g)      Imunologi
h)      Sindrom genetik lain
4.      Diabetes gestasional

Faktor Resiko
1.      Unmodifable   : Riwayat penyakit keluarga, genetic, kelainan kongenital, usia, jenis kelamin, suku, ras
2.      Modifable       : Obesitas, dislipidemia, hipertensi, life style, aktivitas, pola makan

Manifestasi Klinik
1.      Trias Diabetes : polifagia, polidipsi, poliuria
2.      Penurunan berat badan
3.      lemas
4.      Gejala tidak khas : kesemutan, gatal, pandangan mata kabur, impotensi (pria), pruritus vulva (wanita)

Patofisiologi

Diagnosis Banding
1.      Polyuria  dan  polydipsia : Psikogenik water drinking, hypercalcemia, diabetes insipidus, disfungsi tubulus renalis.
2.      Polyuria saja : terapi diuretic, gagal jantung.
3.      Frekuen mikturisi : UTI, instabilitas M.Detrussor vesicae.

Komplikasi
1.      Akut :
a)      Koma hipoglikemik
b)      Ketoasidosis
c)      Koma hipersomolar non ketotik
2.      Kronik :
a)      Makroangiopati : penyakit jantung koroner, infark miokard, stroke, gangren
b)      Mikroangiopati : retinopati diabetik, nefropati diabetik
c)      Neuropati diabetik
d)     Rentan infeksi
e)      Kaki diabetik

Pemeriksaan
  1. Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes
Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita diabetes (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.
  1. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi Diabetes
  • Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Albuminuria normal (<20 albuminuria="" menit="" mg="" mikroalbuminuria="" overt="">200 mg/menit). Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.
  1. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).
  1. Pemeriksaan untuk komplikasi Lainnya
Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya.
Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari diabetes, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah.
Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.

Penatalaksanaan
1.      Perencanaan diet makanan
2.      Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), diet diabetes mellitus, yakni, 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, 20-25% lemak dengan komposisi lemak jenuh < 10%, dan kolestrol < 300 mg/hari. Jumlah kalori disesuaikan dengan faktor pertumbuhan, status gizi, umur, jenis kelamin, faktor sosio-ekonomi dan aktivitas sehari-hari untuk mencapai berat badan ideal.
3.      Olahraga
Olahraga yang disarankan untuk penderita diabetes mellitus adalah olahraga yang memenuhi kriteria CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training) yang dilakukan selama kurang lebih setengah jam, 3-4 kali setiap minggu.
4.      Obat berkhasiat hipoglikemik
a)      Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
§  Sulfonilurea
Mekanisme : merangsang sekresi insulin dari sel-sel beta Langerhans pancreas dengan cara berinteraksi dengan ATP-sensitive K Channel yang akan menimbulkan depolarisasi sehingga membuka kanal Ca dan ion Ca2+ masuk sel beta yang merangsan granula berisi insulin sehingga terjadi sekresi insulin.
·         Klorpropamid : dosis maksimal 500mg, dosis awal 50mg, 1x/hari, lama kerja 6-12 jam.
·         Gibenklamid : dosis maksimal 15-20mg, dosis awal 2,5mg, 1-2x/hari, lamakerja 12-24 jam.
·         Glipizid : dosis maksimal 20mg, dosis awal 5mg, 1-2x/hari, lama kerja 10-16 jam.
§  Biguanid
Mekanisme : merangsang aktivasi AMP-activated protein kinase di sel sehingga menurunkan produksi glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin.
a)      Metformin : dosis maksimal 2500mg, dosis awal 500mg, 1-3x/hari. Diberikan bersamaan dengan makan.
§  Inhibitor alpha glukosidase
Mekanisme : menghambat enzim alpha glukosidase sehingga memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan sisakarida di intestine yang akan berefek mencegah peningkatan glukosa plasma.
a)      Acarbose : dosis maksimal 300mg, dosis awal 50mg, 1-3x/hari.
§  Insulin sensitizing agent (tiazolidinedione)
Mekanisme : mengaktifkan PPARγ untuk membentuk PPARγ-RXR dan membentuk GLUT baru. Pada jaringan adipose, PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju otot sehingga mengurangi resistensi insulin.
a)      Rosiglitazon : dosis maksimal 8mg, dosis awal 4mg, 1x/hari.
b)      Insulin
Indikasi penggunaan insulin :
§  DM berat dengan berat badan menurun cepat/kurus.
§  Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hipersomolar.
§  DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dan lain-lain).
§  DM dengan kehamilan/DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
§  DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut.
5.      Edukasi dan pengawasan
Edukasi diberikan kepada pasien dan orang-orang terdekat pasien agar pasien menjadi lebih disiplin terhadap diet makanan, konsumsi obat, dan aktivitas fisik sehingga pasien dapat mempertahankan kondisi tubuh yang fit.

Pencegahan
Dengan menggunakan metode Five Level Prevention, berikut adalah pencegahan diabetes mellitus :
1.      Health Promotion
Berikan wawasan kepada masyarakat tentang bahaya diabetes mellitus, faktor resiko, dan anjuran untuk segera berkonsultasi ke dokter apabila terkena tanda-tandanya.
2.      Specific Protection
Pada masyarakat yang memiliki faktor resiko diabetes mellitus, seharusnya mengatur pola makan dan aktivitasnya agar tidak menjadi diabetes mellitus. Peran tenaga medis sangat penting di sini untuk memberikan wawasan kepada masyarakat.
3.      Early Diagnostic and Prompt Treatment
Diagnosis penderita diabetes untuk menghindari komplikasi yang lebih lanjut dan berikan pengobatan yang tepat agar tidak memperburuk kondisi pasien.
4.      Disability Limitaion
Hilangkan resiko-resiko terjadinya komplikasi dengan cara pemberian pengobatan yang tepat dan pengawasan kedisiplinan pasien oleh tenaga medis dan orang terdekat pasien.
5.      Rehabilitation
Pada pasien yang telah mengalami komplikasi, dilakukan pengobatan terhadap komplikasinya tersebut dan hilangkan faktor pencetusnya agar tidak memperburuk kondisi pasien.

Leukemia



Leukemia adalah suatu tipe dari kanker. Leukemia berasal dari kata Yunani leukos-putih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai di sel-sel darah. Penyakit ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darh putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow).

Tipe-Tipe Leukemia
·      Berdasarkan kecepatan perkembangannya, leukemia dibagi menjadi 2, yaitu:
1.    Leukemia Akut
Perjalanan penyakit pada leukemia akut sangat cepat, mematikan dan memburuk. Dapat dikatakan waktu hidup penderita tanpa pengobatan hanya dalam hitungan minggu bahkan hari. Leukemia akut merupakan akibat dari terjadinya komplikasi pada neoplasma hematopoietik secara umum.

2.    Leukemia kronis
Berbeda dengan akut, leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa waktu hidup penderita tanpa pengobatan dalam hitungan sampai 5 tahun.

·      Berdasarkan jenis sel kanker, leukemia diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu:
1.    Myelocytic/Myelogeneus leukemia
Sel kanker yang berasal dari sel darah merah, granulocytes, macrophages dan keping darah.

2.    Lymphocytic leukemia
Sel kanker yang berasal dari lymphocyte cell.

·      Berdasarkan kedua klasifikasi di atas, maka leukemia dibagi menjadi 4 macam, yaitu :
1.    Leukemia limfositik akut (LLA).
Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.

2.    Leukemia myelositik akut (LMA).
Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

3.    Leukemia limfositik kronis (LLK).
Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak. Sebagian besar leukosit pasien di atas 50.000/µL.

4.    Leukemia mielositik kronis (LMK)
Sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit. Leukosit dapat mencapai lebih dari 150.000/µL yang memerlukan pengobatan.

Patogenesis dan Patofisiologi Leukemia

Populasi sel leukemik ALL dan banyak AML mungkin diakibatkan proliferasi klonal dengan pembelahan berturut-turut dari sel blas tunggal yang abnormal. Sel-sel ini gagal berdiferensiasi normal tetapi sanggup membelah lebih lanjut. Penimbunannya mengakibatkan pertukaran sel prekursor hemopoietik normal pada sumsum tulang, dan akhirnya mengakibatkan kegagalan sumsum tulang. Keadaan klinis pasien dapat berkaitan dengan jumlah total sel leukemik abnormal di dalam tubuh. Gambaran klinis dan mortalitas pada leukemia akut berasal terutama dari neutropenia, trombositopenia, dan anemia karena kegagalan sumsum tulang.
Blokade maturitas pada AML menyebabkan terhentinya diferensiasi sel-sel mieloid pada sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan mengakibatkan gangguan hematopoiesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan trombositopenia). Selain itu, infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi, misalnya kulit, tulang, gusi dan meningens.
Pada umumnya gejala klinis ALL menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien ALL sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis ALL.
CGL/CML adalah penyakit gangguan mieloproliferatif, yang ditandai oleh seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), metamielosit, mielosit, sampai granulosit. Pada awalnya, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau keluhan lain yang tidak spesifik, seperti rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam, dan penurunan berat badan yang berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia. Anemia dan trombositopenia terjadi pada tahap akhir penyakit.
CLL pada awal diagnosis, kebanyakan pasien CLL tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien adalah limfadenopati generalisata, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan penyakitnya. Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien mengalami limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali. Kegagalan sumsum tulang yang progresif pada CLL ditandai dengan memburuknya anemia dan atau trombositopenia.
           
Etiologi

Penyebab dari penyakit ini tidak diketahui secara pasti.  Bagaimanapun, penelitian telah menunjukan bahwa orang-orang dengan faktor risiko tertentu lebih mudah terjadi leukemia. Suatu faktor risiko adalah apa saja yang meningkatkan kesempatan seseorang untuk mendapatkan penyakit.

Faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia yaitu :
1)   Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa :  
  • Para pegawai radiologi lebih beresiko untuk terkena leukemia;
  • Pasien yang menerima radioterapi beresiko terkena leukemia;
  • Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.

2)   Faktor leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia :
  • Racun lingkungan seperti benzena à Paparan pada tingkat yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia;
  • Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde;
  • Obat untuk kemoterapi à Pasien-pasien kanker yang dirawat dengan obat-obat melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari terkena leukemia. Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai agen-agen alkylating dihubungkan dengan pengembangan leukemia bertahun-tahun kemudian.

3)   Herediter
Penderita sindrom Down, suatu penyakit yang disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia. Ia memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.

4)   Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.

Gejala-Gejala Leukemia

            Seperti semua sel-sel darah, sel-sel leukemia berjalan keseluruh tubuh. Tergantung pada jumlah sel-sel abnormal dan dimana sel-sel ini berkumpul, pasien-pasien dengan leukemia mungkin mempunyai sejumlah gejala-gejala.
Gejala-gejala umum dari leukemia :
·      Demam atau keringat waktu malam;
·      Infeksi yang seringkali;
·      Perasaan lemah atau lelah;
·      Sakit kepala;
·      Perdarahan dan mudah memar (gusi yang berdarah, tanda keungu-unguan pada kulit atau titik merah yang kecil dibawah kulit);
·      Nyeri pada tulang atau persendian;
·      Pembengkakan atau ketidakenakan pada perut (dari suatu pembesaran limpa);
·      Pembengkakan nodus-nodus getah bening, terutama pada leher atau ketiak;
·      Kehilangan berat badan.
            Gejala-gejala semacam ini bukanlah tanda-tanda yang pasti dari leukemia. Suatu infeksi atau persoalan lain juga dapat menyebabkan gejala-gejala ini.

Pemeriksaan dan Diagnosis Leukemia

·      Hematologi rutin dan hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit;
·      Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa bentuk, ukuran maupun warna sel-sel darah yang dapat menunjukkan kelainan hematologi;
·      Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak;
·      Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization);
·      Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada permukaan membran sel;
·      Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang;
·      Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2 : kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom;
·      Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik dan digunakan untuk menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal.

Powered By Blogger

Cari Blog Ini